3. MODEL-MODEL PEMBELAJARAN
1.
Pembelajaran Berbasis Proyek (Project Based Learning)
a.
Konsep/Definisi
Pembelajaran Berbasis Proyek (Project Based Learning=PjBL) adalah
model pembelajaran yang menggunakan proyek/kegiatan
sebagai media. Peserta didik melakukan eksplorasi, penilaian, interpretasi,
sintesis, dan informasi untuk menghasilkan berbagai bentuk hasil belajar.
Pembelajaran Berbasis Proyekmerupakan model
belajar yang menggunakan masalah sebagai langkah awal dalam mengumpulkan dan
mengintegrasikan pengetahuan baru berdasarkan pengalamannya dalam beraktivitas
secara nyata. Pembelajaran Berbasis Proyekdirancang untuk digunakan pada
permasalahan komplek yang diperlukan peserta didik dalam melakukan insvestigasi dan
memahaminya.
Melalui PjBL,
proses inquiry dimulai dengan
memunculkan pertanyaan penuntun (a
guiding question) dan membimbing peserta didik dalam sebuah proyek
kolaboratif yang mengintegrasikan berbagai subjek (materi) dalam
kurikulum. Pada saat pertanyaan terjawab, secara langsung peserta didik dapat
melihat berbagai elemen utama sekaligus berbagai prinsip dalam
sebuah disiplin yang sedang dikajinya. PjBLmerupakan investigasi mendalam
tentang sebuah topik dunia nyata, hal ini akan berharga bagi atensi dan usaha
peserta didik.
Mengingat bahwa masing-masing peserta didik
memiliki gaya belajar yang berbeda, maka Pembelajaran Berbasis Proyekmemberikan
kesempatan kepada para peserta didik untuk menggali konten (materi) dengan
menggunakan berbagai cara yang bermakna bagi dirinya, dan melakukan eksperimen
secara kolaboratif. Pembelajaran Berbasis Proyekmerupakan investigasi mendalam
tentang sebuah topik dunia nyata, hal ini akan berharga bagi atensi dan usaha peserta
didik.
Pembelajaran Berbasis Proyekmemiliki
karakteristik berikut ini.
1)
Peserta didik membuat keputusan tentang sebuah kerangka
kerja.
2)
Adanya permasalahan atau tantangan yang diajukan kepada
peserta didik.
3)
peserta didik mendesain proses untuk menentukan solusi
atas permasalahan atau tantangan yang diajukan.
4)
Peserta didik secara kolaboratif bertanggungjawab untuk
mengakses dan mengelola informasi untuk memecahkan permasalahan.
5)
Proses evaluasi dijalankan secara kontinyu.
6)
Peserta didik secara berkala melakukan refleksi atas
aktivitas yang sudah dijalankan.
7)
Produk akhir aktivitas belajar akan dievaluasi secara
kualitatif.
8)
Situasi pembelajaran sangat toleran terhadap kesalahan
dan perubahan.
Peran guru dalam Pembelajaran Berbasis Proyeksebaiknya sebagai fasilitator, pelatih, penasehat dan perantara untuk
mendapatkan hasil yang optimal sesuai dengan daya imajinasi, kreasi dan inovasi
dari siswa.
Beberapa hambatan dalam implementasi metode
Pembelajaran Berbasis Proyek antara lain
berikut ini.
1)
Pembelajaran Berbasis Proyek memerlukan banyak waktu yang
harus disediakan untuk menyelesaikan permasalahan yang komplek.
2)
Banyak orang tua peserta didik yang merasa dirugikan,
karena menambah biaya untuk memasuki sistem baru.
3)
Banyak guru merasa nyaman dengan kelas tradisional,
dimana guru memegang peran utama di kelas. Ini merupakan suatu transisi yang
sulit, terutama bagi guru yang kurang atau tidak menguasai teknologi.
4)
Banyaknya peralatan yang harus disediakan, sehingga
kebutuhan listrik bertambah.
Untuk itu disarankan menggunakan team
teaching dalam proses pembelajaran, dan akan lebih menarik lagi jika suasana
ruang belajar tidak monoton, beberapa contoh perubahan lay-out ruang kelas, seperti: traditional
class (teori), discussion group
(pembuatan konsep dan pembagian tugas kelompok), lab tables (saat mengerjakan tugas mandiri), circle (presentasi). Atau buatlah suasana belajar bebas dan
menyenangkan.
b.
Fakta Empirik Keberhasilan
Kelebihan dan
kekurangan pada penerapan Pembelajaran Berbasis Proyekdapat dijelaskan
berikut ini.
Keuntungan
Pembelajaran Berbasis Proyek
1. Meningkatkan motivasi belajar peserta didik untuk belajar dan mendorong
kemampuan mereka untuk melakukan pekerjaan penting.
2. Meningkatkan kemampuan pemecahan masalah.
3. Membuat peserta didik menjadi lebih aktif dan berhasil memecahkan
problem-problem yang kompleks.
4. Meningkatkan kolaborasi.
5. Mendorong peserta didik untuk mengembangkan dan mempraktikkan keterampilan berkomunikasi.
6. Meningkatkan keterampilan peserta didikdalam mengelola sumber.
7. Memberikan pengalaman kepada peserta didik pembelajaran dan praktik dalam
mengorganisasi proyek dan membuat alokasi waktu dan sumber-sumber lain seperti
perlengkapan untuk menyelesaikan tugas.
8. Menyediakan pengalaman belajar yang melibatkan peserta didik secara
kompleks dan dirancang untuk berkembang sesuai dunia nyata.
9. Melibatkan para peserta didik untuk belajar mengambil informasi dan
menunjukkan pengetahuan yang dimiliki, kemudian diimplementasikan dengan dunia
nyata.
10. Membuat suasana belajar menjadi menyenangkan, sehingga peserta didik maupun
pendidik menikmati proses pembelajaran.
Kelemahan Pembelajaran Berbasis
Proyek
1)
Memerlukan banyak waktu untuk menyelesaikan masalah.
2)
Membutuhkan biaya yang cukup banyak.
3)
Banyak guru yang merasa nyaman dengan kelas tradisional di mana guru
memegang peran utama di kelas.
4)
Banyaknya peralatan yang harus disediakan.
5)
Peserta didik yang memiliki kelemahan dalam percobaan dan pengumpulan
informasi akan mengalami kesulitan.
6)
Ada kemungkinan peserta didik yang kurang aktif dalam kerja kelompok.
7)
Ketika topik yang diberikan kepada masing-masing kelompok berbeda,
dikhawatirkan peserta didik tidak bisa memahami topik secara keseluruhan
Untuk
mengatasi kelemahan dari pembelajaran berbasis proyek di atas seorang pendidik
harus dapat mengatasi dengan cara memfasilitasi peserta didik dalam menghadapi
masalah, membatasi waktu peserta didik dalam menyelesaikan proyek, meminimalisir
dan menyediakan peralatan yang sederhana yang terdapat di lingkungan sekitar,
memilih lokasi penelitian yang mudah dijangkau sehingga tidak membutuhkan
banyak waktu dan biaya, menciptakan suasana
pembelajaran yang menyenangkan sehingga instruktur dan peserta didik merasa
nyaman dalam proses pembelajaran.
Pembelajaran Berbasis Proyek ini juga menuntut siswa untuk mengembangkan
keterampilan seperti kolaborasi dan refleksi. Menurut studi penelitian, Pembelajaran Berbasis Proyek membantu siswa untuk meningkatkan keterampilan
sosial mereka, sering menyebabkan absensi berkurang dan lebih
sedikit masalah disiplin di kelas. Siswa juga menjadi lebih percaya diri
berbicara dengan kelompok orang, termasuk orang dewasa.
Pelajaran
berbasis proyek juga meningkatkan antusiasme untuk belajar. Ketika anak-anak
bersemangat dan antusias tentang apa yang mereka pelajari, mereka sering
mendapatkan lebih banyak terlibat dalam subjek dan kemudian memperluas minat
mereka untuk mata pelajaran lainnya.
c.
Langkah-langkah Operasional
Langkah langkah pelaksanaan Pembelajaran Berbasis Proyek dapat dijelaskan
dengan diagram sebagai berikut.
Diagram 1.1 Langkah langkah Pelaksanaan Pembelajaran Berbasis Proyek
Penjelasan
Langkah-langkah
Pembelajaran
Berbasis Proyek sebagai berikut.
1)
Penentuan Pertanyaan Mendasar (Start With the Essential Question)
Pembelajaran dimulai dengan pertanyaan
esensial, yaitu pertanyaan yang dapat memberi penugasan peserta didik dalam
melakukan suatu aktivitas. Mengambil topik yang sesuai dengan realitas dunia
nyata dan dimulai dengan sebuah investigasi mendalam. Guru berusaha agar topik
yang diangkat relevan untuk para peserta didik.
2)
Mendesain Perencanaan Proyek (Design a Plan for the Project)
Perencanaan dilakukan secara kolaboratif
antara pengajar dan peserta didik. Dengan demikian peserta didik diharapkan
akan merasa “memiliki” atas proyek tersebut. Perencanaan berisi tentang aturan
main, pemilihan aktivitas yang dapat mendukung dalam menjawab pertanyaan
esensial, dengan cara mengintegrasikan berbagai subjek yang mungkin, serta mengetahui alat dan bahan yang dapat diakses
untuk membantu penyelesaian proyek.
3)
Menyusun Jadwal (Create
a Schedule)
Guru dan peserta didik secara kolaboratif
menyusun jadwal aktivitas dalam menyelesaikan proyek. Aktivitas pada tahap ini
antara lain: (1) membuat timeline untuk menyelesaikan proyek, (2) membuat deadline penyelesaian proyek,
(3) membawa peserta didik agar merencanakan cara yang baru, (4) membimbing
peserta didik ketika mereka membuat cara yang tidak berhubungan dengan proyek,
dan (5) meminta peserta didik untuk membuat penjelasan (alasan) tentang
pemilihan suatu cara.
4)
Memonitor peserta
didik dan kemajuan proyek (Monitor the Students and the
Progress of the Project)
Guru bertanggungjawab untuk melakukan monitor
terhadap aktivitas peserta didik selama menyelesaikan proyek. Monitoring dilakukan
dengan cara menfasilitasi peserta didik pada setiap roses. Dengan kata lain
guru berperan menjadi mentor bagi aktivitas peserta didik. Agar mempermudah
proses monitoring, dibuat sebuah rubrik yang dapat merekam keseluruhan
aktivitas yang penting.
5)
Menguji Hasil (Assess
the Outcome)
Penilaian dilakukan untuk membantu guru dalam
mengukur ketercapaian standar, berperan dalam mengevaluasi kemajuan masing-
masing peserta didik, memberi umpan balik tentang tingkat pemahaman yang sudah
dicapai peserta didik, membantu guru dalam menyusun strategi pembelajaran
berikutnya.
6)
Mengevaluasi Pengalaman (Evaluate the Experience)
Pada akhir proses pembelajaran, pengajar dan
peserta didik melakukan refleksi terhadap aktivitas dan hasil proyek yang sudah
dijalankan. Proses refleksi dilakukan baik secara individu maupun kelompok.
Pada tahap ini peserta didik diminta untuk mengungkapkan perasaan dan pengalamannya
selama menyelesaikan proyek. Guru dan peserta didik mengembangkan diskusi dalam
rangka memperbaiki kinerja selama proses pembelajaran, sehingga pada akhirnya
ditemukan suatu temuan baru (new inquiry)
untuk menjawab permasalahan yang diajukan pada tahap pertama pembelajaran.
d.
Penilaian Pembelajaran Berbasis Proyek
Penilaian
pembelajaran dengan modelPembelajaran Berbasis Proyek harus diakukan secara menyeluruh terhadap sikap, pengetahuan dan
keterampilan yang diperoleh siswa dalam melaksanakan pembelajaran berbasis
proyek. Penilaian Pembelajaran Berbasis Proyek dapat
menggunakan teknik penilaian yang dikembangkan oleh Pusat Penilaian Pendidikan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yaitu penilaian proyek atau penilaian
produk. Penilaian tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.
a)
Pengertian
Penilaian proyek merupakan
kegiatan penilaian terhadap suatu tugas yang harus diselesaikan dalam
periode/waktu tertentu. Tugas tersebut berupa suatu investigasi sejak dari
perencanaan, pengumpulan data, pengorganisasian, pengolahan dan penyajian data.
Penilaian proyek dapat digunakan untuk mengetahui pemahaman, kemampuan
mengaplikasikan, kemampuan penyelidikan dan kemampuan menginformasikan peserta
didik pada mata pelajaran tertentu secara jelas.
Pada
penilaian proyek setidaknya ada 3 hal yang perlu dipertimbangkan yaitu:
(1)
Kemampuan
pengelolaan
Kemampuan peserta didik dalam
memilih topik, mencari informasi dan mengelola waktu pengumpulan data serta
penulisan laporan.
(2)
Relevansi
Kesesuaian dengan mata
pelajaran, dengan mempertimbangkan tahap pengetahuan, pemahaman dan
keterampilan dalam pembelajaran.
(3)
Keaslian
Proyek yang dilakukan peserta
didik harus merupakan hasil karyanya, dengan mempertimbangkan kontribusi guru
berupa petunjuk dan dukungan terhadap proyek peserta didik.
b)
Teknik Penilaian Proyek
Penilaian proyek dilakukan
mulai dari perencanaan, proses pengerjaan, sampai hasil akhir proyek. Untuk
itu, guru perlu menetapkan hal-hal atau tahapan yang perlu dinilai, seperti
penyusunan disain, pengumpulan data, analisis data, dan penyiapkan laporan
tertulis. Laporan tugas atau hasil penelitian juga dapat disajikan dalam bentuk
poster. Pelaksanaan penilaian dapat menggunakan alat/instrumen penilaian berupa
daftar cek ataupun skala penilaian.
Penilaian Proyek dilakukan
mulai dari perencanaan, proses pengerjaan sampai dengan akhir proyek. Untuk itu
perlu memperhatikan hal-hal atau tahapan yang perlu dinilai. Pelaksanaan
penilaian dapat juga menggunakan rating
scale dan checklist.
a)
Pengertian
Penilaian produk adalah
penilaian terhadap proses pembuatan dan kualitas suatu produk. Penilaian produk
meliputi penilaian kemampuan peserta didik membuat produk-produk teknologi dan
seni, seperti: makanan, pakaian, hasil karya seni (patung, lukisan, gambar),
barang-barang terbuat dari kayu, keramik, plastik, dan logam.
Pengembangan produk meliputi 3
(tiga) tahap dan setiap tahap perlu diadakan penilaian yaitu:
(1)
Tahap
persiapan, meliputi: penilaian kemampuan peserta didik dan merencanakan,
menggali, dan mengembangkan gagasan, dan mendesain produk.
(2)
Tahap
pembuatan produk (proses), meliputi: penilaian kemampuan peserta didik dalam
menyeleksi dan menggunakan bahan, alat, dan teknik.
(3)
Tahap
penilaian produk (appraisal), meliputi: penilaian produk yang dihasilkan
peserta didik sesuai kriteria yang ditetapkan.
b)
Teknik Penilaian Produk
Penilaian produk biasanya menggunakan cara holistik atau
analitik.
(1)
Cara
holistik, yaitu berdasarkan kesan keseluruhan dari produk, biasanya dilakukan
pada tahap appraisal.
(2)
Cara
analitik, yaitu berdasarkan aspek-aspek produk, biasanya dilakukan terhadap
semua kriteria yang terdapat pada semua tahap proses pengembangan.
a.
Konsep/Definisi
1)
Pembelajaran
berbasis masalah merupakan sebuah pendekatan pembelajaran yang menyajikan
masalah kontekstual sehingga merangsang peserta didik untuk belajar. Dalam
kelas yang menerapkan pembelajaran berbasis masalah, peserta didik bekerja
dalam tim untuk memecahkan masalah dunia nyata (real world).
2) Pembelajaran berbasis masalah merupakan suatu
metode pembelajaran yang menantang peserta didik untuk “belajar bagaimana
belajar,” bekerja secara berkelompok untuk mencari solusi dari permasalahan
dunia nyata.
Model
pembelajaran berbasis masalah dilakukan dengan adanya pemberian rangsangan berupa masalah-masalah yang kemudian dilakukan
pemecahan masalah oleh peserta didik yang diharapkan dapat menambah
keterampilan peserta didik dalam pencapaian materi pembelajaran.
Berikut
ini lima strategi dalam menggunakan model pembelajaran berbasis masalah (PBL).
1)
Permasalahan
sebagai kajian.
2)
Permasalahan
sebagai penjajakan pemahaman.
3)
Permasalahan
sebagai contoh.
4)
Permasalahan
sebagai bagian yang tak terpisahkan dari proses.
5) Permasalahan sebagai stimulus
aktivitas autentik.
Peran
guru, peserta didik
dan masalah dalam pembelajaran berbasis masalah dapat digambarkan berikut ini.
Tabel
1.7 Peran Guru, Peserta Didik dan Masalah dalam PBL
Guru sebagai Pelatih
|
Peserta Didik sebagai Problem Solver
|
Masalah sebagai Awal Tantangan dan Motivasi
|
o
Asking about
thinking (bertanya
tentang pemikiran).
o
Memonitorpembelajaran.
o
Probbing ( menantang peserta didik untuk berpikir ).
o
Menjagaagar peserta
didik terlibat.
o
Mengaturdinamika
kelompok.
o
Menjaga berlangsungnya
proses.
|
o
Peserta yang
aktif.
o
Terlibat langsung dalam
pembelajaran.
o
Membangunpembelajaran.
|
o
Menarik untuk
dipecahkan.
o
Menyediakan kebutuhan yang
ada hubungannya dengan pelajaran yang dipelajari.
|
Pendekatan PBL
mengacu pada hal-hal sebagai berikut ini.
1)
Kurikulum: PBL tidak seperti pada kurikulum tradisional
karena memerlukan suatu strategi sasaran di mana proyek sebagai pusat.
2)
Responsibility: PBL menekankan responsibility
dan answerability para peserta didik ke diri dan kelompoknya.
3)
Realisme: kegiatan peserta didik difokuskan pada pekerjaan
yang serupa dengan situasi yang sebenarnya. Aktivitas ini mengintegrasikan
tugas autentik dan menghasilkan sikap profesional.
4)
Active-learning : menumbuhkan isu yang berujung pada
pertanyaan dan keinginan peserta didik untuk menemukan jawaban yang relevan
sehingga dengan demikian telah terjadi proses pembelajaran yang mandiri.
5)
Umpan Balik: diskusi, presentasi, dan evaluasi terhadap
para peserta didik menghasilkan umpan balik yang berharga. Ini mendorong kearah
pembelajaran berdasarkan pengalaman.
6)
Keterampilan Umum: PBL dikembangkan tidak hanya pada
keterampilan pokok dan pengetahuan saja, tetapi juga mempunyai pengaruh besar
pada keterampilan yang mendasar seperti pemecahan masalah, kerja kelompok, dan self-management.
7)
Driving Questions:PBL difokuskan pada pertanyaan atau
permasalahan yang memicu peserta didik untuk berbuat menyelesaikan permasalahan
dengan konsep, prinsip dan ilmu pengetahuan yang sesuai.
8)
Constructive Investigations:sebagai
titik pusat, proyek harus disesuaikan dengan pengetahuan para peserta didik.
9)
Autonomy:proyek menjadikan aktivitas peserta
didik sangat penting.
b.
Fakta
Empirik Keberhasilan Pendekatan dalam Proses dan Hasil Pembelajaran
1)
Melalui PBL akan
terjadi pembelajaran bermakna. Peserta didik yang belajar memecahkan suatu
masalah maka mereka akan menerapkan pengetahuan yang dimilikinya atau berusaha
mengetahui pengetahuan yang diperlukan. Belajar dapat semakin bermakna dan
dapat diperluas ketika peserta didik berhadapan dengan situasi di mana konsep
diterapkan.
2)
Dalam situasi
PBL, peserta didik mengintegrasikan pengetahuan dan keterampilan secara
simultan dan mengaplikasikannya dalam konteks yang relevan.
3)
PBL dapat
meningkatkan kemampuan berpikir kritis, menumbuhkan inisiatif peserta didik
dalam bekerja, motivasi internal untuk belajar, dan mengembangkan hubungan
interpersonal dalam bekerja kelompok.
c.
Tahap-tahap
Model PBL
Tabel 1.8 Tahapan-Tahapan Model PBL
FASE-FASE
|
PERILAKU
GURU
|
Fase
1
Orientasi siswa kepada masalah.
|
Menjelaskan
tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yg dibutuhkan.
Memotivasi
siswa untuk terlibat aktif dalam pemecahan masalah yang dipilih.
|
Fase
2
Mengorganisasikan siswa.
|
Membantu siswa mendefinisikan
danmengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut.
|
Fase
3
Membimbing penyelidikan individu dan
kelompok.
|
Mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi
yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan
pemecahan masalah.
|
Fase
4
Mengembangkan dan menyajikan hasil karya.
|
Membantu siswa dalam merencanakan dan
menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, model dan berbagi tugas dengan
teman.
|
Fase
5
Menganalisis dan mengevaluasi proses
pemecahan masalah.
|
Mengevaluasi hasil belajar tentang materi
yang telah dipelajari /meminta kelompok presentasi hasil kerja.
|
Fase 1: Mengorientasikan Siswa pada Masalah
Pembelajaran dimulai dengan
menjelaskan tujuan pembelajaran dan aktivitas-aktivitas yang akan dilakukan.
Dalam penggunaan PBL, tahapan ini sangat penting dimana guru harus menjelaskan
dengan rinci apa yang harus dilakukan oleh siswa. serta dijelaskan bagaimana
guru akan mengevaluasi proses pembelajaran. Ada empat hal yang perlu dilakukan
dalam proses ini, yaitu sebagai berikut.
1)
Tujuan utama
pengajaran tidak untuk mempelajari sejumlah besar informasi baru, tetapi lebih
kepada belajar bagaimana menyelidiki masalah-masalah penting dan bagaimana
menjadi siswa yang mandiri.
2)
Permasalahan dan
pertanyaan yang diselidiki tidak mempunyai jawaban mutlak “benar“, sebuah
masalah yang rumit atau kompleks mempunyai banyak penyelesaian dan seringkali
bertentangan.
3)
Selama tahap
penyelidikan, siswa didorong untuk mengajukan pertanyaan dan mencari informasi.
4) Selama tahap analisis dan penjelasan, siswa
akan didorong untuk menyatakan ide-idenya secara terbuka dan penuh kebebasan.
Fase 2: Mengorganisasikan Siswa untuk Belajar
Di samping mengembangkan keterampilan
memecahkan masalah, pembelajaran PBL juga mendorong siswa belajar
berkolaborasi. Pemecahan suatu masalah sangat membutuhkan kerjasama dan sharing antar anggota. Oleh sebab itu,
guru dapat memulai kegiatan pembelajaran dengan membentuk kelompok-kelompok
siswa dimana masing-masing kelompok akan memilih dan memecahkan masalah yang
berbeda.
Fase 3: Membantu Penyelidikan Mandiri dan
Kelompok
Penyelidikan adalah inti dari PBL.
Meskipun setiap situasi permasalahan memerlukan teknik penyelidikan yang
berbeda, namun pada umumnya tentu melibatkan karakter yang identik, yakni
pengumpulan data dan eksperimen, berhipotesis dan penjelasan, dan memberikan
pemecahan. Pengumpulan data dan eksperimentasi merupakan aspek yang sangat
penting. Pada tahap ini, guru harus mendorong siswa untuk mengumpulkan data dan
melaksanakan eksperimen (mental maupun aktual) sampai mereka betul-betul
memahami dimensi situasi permasalahan. Tujuannya adalah agar peserta didik
mengumpulkan cukup informasi untuk menciptakan dan membangun ide mereka
sendiri.
Fase 4: Mengembangkan dan Menyajikan Artefak
(Hasil Karya) dan Mempamerkannya
Tahap penyelidikan diikuti dengan
menciptakan artefak (hasil karya) dan pameran. Artefak lebih dari sekedar
laporan tertulis, namun bisa suatu video tape (menunjukkan situasi masalah dan
pemecahan yang diusulkan), model (perwujudan secara fisik dari situasi masalah
dan pemecahannya), program komputer, dan sajian multimedia. Tentunya
kecanggihan artefak sangat dipengaruhi tingkat berpikir siswa. Langkah
selanjutnya adalah mempamerkan hasil karyanya dan guru berperan sebagai
organisator pameran. Akan lebih baik jika dalam pemeran ini melibatkan siswa
lainnya, guru-guru, orang tua, dan lainnya yang dapat menjadi “penilai” atau
memberikan umpan balik.
Fase 5: Analisis dan Evaluasi Proses Pemecahan
Masalah
Fase ini dimaksudkan untuk membantu
siswa menganalisis dan mengevaluasi proses mereka sendiri dan keterampilan
penyelidikan dan intelektual yang mereka gunakan. Selama fase ini guru meminta
siswa untuk merekonstruksi pemikiran dan aktivitas yang telah dilakukan selama
proses kegiatan belajarnya.
d.
Penilaian
Pembelajaran Berbasis Masalah
Penilaian pembelajaran dengan PBL dilakukan dengan authentic assesment. Penilaian dapat dilakukan
dengan portfolio yang merupakan kumpulan yang sistematis pekerjaan-pekerjaan peserta didik yang dianalisis untuk
melihat kemajuan belajar dalam kurun waktu tertentu dalam kerangka pencapaian
tujuan pembelajaran. Penilaian dalam pendekatan PBL dilakukan dengan cara
evaluasi diri (self-assessment) dan peer-assessment.
1)
Self-assessment. Penilaian yang dilakukan oleh peserta didik
itu sendiri terhadap usaha-usahanya dan hasil pekerjaannya dengan merujuk pada
tujuan yang ingin dicapai (standard)
oleh peserta didik itu sendiri dalam belajar.
2) Peer-assessment. Penilaian di mana pebelajar berdiskusi untuk
memberikan penilaian terhadap upaya dan hasil penyelesaian tugas-tugas yang
telah dilakukannya sendiri maupun oleh teman dalam kelompoknya.
Penilaian yang
relevan dalam PBL antara lain berikut
ini.
1)
Penilaian kinerja
peserta didik.
Pada penilaian kinerja ini, peserta didik
diminta untuk unjuk kerja atau mendemonstrasikan kemampuan melakukan
tugas-tugas tertentu, seperti menulis karangan, melakukan suatu eksperimen,
menginterpretasikan jawaban pada suatu masalah, memainkan suatu lagu, atau
melukis suatu gambar.
2)
Penilaian
portofolio peserta didik.
Penilaian portofolio adalah penilaian
berkelanjutan yang didasarkan pada kumpulan informasi yang menunjukkan
perkembangan kemampuan peserta didik dalam suatu periode tertentu. Informasi
perkembangan peserta didik dapat berupa hasil karya terbaik peserta didik
selama proses belajar, pekerjaan hasil tes, piagam penghargaan, atau bentuk
informasi lain yang terkait kompetensi tertentu dalam suatu mata pelajaran.
3)
Penilaian potensi
belajar
Penilaian yang diarahkan untuk mengukur
potensi belajar peserta didik yaitu mengukur kemampuan yang dapat ditingkatkan
dengan bantuan guru atau teman-temannya yang lebih maju. PBL yang memberi
tugas-tugas pemecahan masalah memungkinkan peserta didik untuk mengembangkan
dan mengenali potensi kesiapan belajarnya.
4)
Penilaian usaha kelompok
Menilai usaha kelompok seperti yang dlakukan
pada pembelajaran kooperatif dapat dilakukan pada PBL. Penilaian usaha kelompok
mengurangi kompetisi merugikan yang sering terjadi, misalnya membandingkan
peserta didik dengan temannya. Penilaian dan evaluasi yang sesuai dengan model
pembelajaran berbasis masalah adalah menilai pekerjaan yang dihasilkan oleh
peserta didik sebagai hasil pekerjaan mereka dan mendiskusikan hasil pekerjaan
secara bersama-sama.
Penilaian proses dapat digunakan untuk
menilai pekerjaan peserta didik tersebut, penilaian ini antara lain: 1)
assesmen kerja, 2) assesmen autentik dan 3) portofolio. Penilaian proses
bertujuan agar guru dapat melihat bagaimana peserta didik merencanakan
pemecahan masalah, melihat bagaimana peserta didik menunjukkan pengetahuan dan
keterampilannya.
Penilaian kinerja memungkinkan peserta
didik menunjukkan apa yang dapat mereka lakukan dalam situasi yang sebenarnya.
Sebagian masalah dalam kehidupan nyata bersifat dinamis sesuai dengan
perkembangan zaman dan konteks atau lingkungannya maka di samping pengembangan
kurikulum juga perlu dikembangkan model pembelajaran yang sesuai tujuan
kurikulum yang memungkinkan peserta didik dapat secara aktif mengembangkan
kerangka berpikir dalam memecahkan masalah serta kemampuannya untuk bagaimana
belajar (learning how to learn).
Dengan kemampuan atau kecakapan
tersebut diharapkan peserta didik akan mudah beradaptasi. Dasar pemikiran
pengembangan strategi pembelajaran tersebut sesuai dengan pandangan
kontruktivis yang menekankan kebutuhan peserta didik untuk menyelidiki
lingkungannya dan membangun pengetahuan secara pribadi pengetahuan bermakna.
Tahap evaluasi pada PBM terdiri atas
tiga hal: 1) bagaimana peserta didik dan evaluator menilai produk (hasil akhir)
proses; 2) bagaimana mereka menerapkan tahapan PBM untuk bekerja melalui
masalah; 3) bagaimana peserta didik akan menyampaikan pengetahuan hasil
pemecahan akan masalah atau sebagai bentuk pertanggungjawaban mereka belajar
menyampaikan hasil-hasil penilaian atau respon-respon mereka dalam berbagai
bentuk yang beragam, misalnya secara lisan atau verbal, laporan tertulis, atau
sebagai suatu bentuk penyajian formal lainnya. Sebagian dari evaluasi
memfokuskan pada pemecahan masalah oleh peserta didik maupun dengan cara
melakukan proses belajar kolaborasi (bekerja bersama pihak lain).
a.
Definisi/Konsep
Model Discovery Learningadalah didefinisikan sebagai proses pembelajaran
yang terjadi bila pelajar tidak disajikan dengan pelajaran dalam bentuk
finalnya, tetapi diharapkan mengorganisasi sendiri. Sebagaimana pendapat
Bruner, bahwa: “Discovery Learning can be
defined as the learning that takes place when the student is not presented with
subject matter in the final form, but rather is required to organize it him
self” (Lefancois dalam Emetembun, 1986:103). Ide dasar Bruner ialah
pendapat dari Piaget yang menyatakan bahwa anak harus berperan aktif dalam
belajar di kelas.
Model Discovery Learning adalah memahami konsep, arti, dan hubungan,
melalui proses intuitif untuk akhirnya sampai kepada suatu kesimpulan
(Budiningsih, 2005:43). Discovery
terjadi bila individu terlibat, terutama dalam penggunaan proses mentalnya
untuk menemukan beberapa konsep dan prinsip. Discovery dilakukan melalui observasi, klasifikasi, pengukuran,
prediksi, penentuan dan inferi.
Proses tersebut disebut cognitive process
sedangkan discovery itu sendiri
adalah the mental process of assimilatig
conceps and principles in the mind (Robert B. Sund dalam Malik, 2001:219).
Discovery Learning mempunyai prinsip yang sama dengan inkuiri (inquiry). Tidak ada perbedaan yang prinsipil pada kedua istilah
ini, pada Discovery Learning lebih
menekankan pada ditemukannya konsep atau prinsip yang sebelumnya tidak
diketahui. Perbedaannya dengan discovery
ialah bahwa pada discovery masalah
yang diperhadapkan kepada siswa semacam masalah yang direkayasa oleh guru,
sedangkan pada inkuiri masalahnya bukan hasil rekayasa, sehingga siswa harus
mengerahkan seluruh pikiran dan keterampilannya untuk mendapatkan temuan-temuan
di dalam masalah itu melalui proses penelitian.
Di dalam proses belajar, Bruner
mementingkan partisipasi aktif dari tiap siswa, dan mengenal dengan baik adanya
perbedaan kemampuan. Untuk menunjang proses belajar perlu lingkungan
memfasilitasi rasa ingin tahu siswa pada tahap eksplorasi. Lingkungan ini
dinamakan Discovery Learning Environment,
yaitu lingkungan dimana siswa dapat melakukan eksplorasi, penemuan-penemuan
baru yang belum dikenal atau pengertian yang mirip dengan yang sudah diketahui.
Lingkungan seperti ini bertujuan agar siswa dalam proses belajar dapat berjalan
dengan baik dan lebih kreatif.
Untuk memfasilitasi proses belajar
yang baik dan kreatif harus berdasarkan pada manipulasi bahan pelajaran sesuai
dengan tingkat perkembangan kognitif siswa. Manipulasi bahan pelajaran
bertujuan untuk memfasilitasi kemampuan siswa dalam berpikir (merepresentasikan
apa yang dipahami) sesuai dengan tingkat perkembangannya.
Menurut Bruner perkembangan kognitif
seseorang terjadi melalui tiga tahap yang ditentukan oleh bagaimana cara
lingkungan, yaitu: enactive, iconic,
dan symbolic. Tahap enaktive, seseorang melakukan aktivitas-aktivitas dalam upaya
untuk memahami lingkungan sekitarnya, artinya, dalam memahami dunia sekitarnya
anak menggunakan pengetahuan motorik, misalnya melalui gigitan, sentuhan,
pegangan, dan sebagainya. Tahap iconic,
seseorang memahami objek-objek atau dunianya melalui gambar-gambar dan
visualisasi verbal. Maksudnya, dalam memahami dunia sekitarnya anak belajar
melalui bentuk perumpamaan (tampil) dan perbandingan (komparasi). Tahap symbolic, seseorang telah mampu
memiliki ide-ide atau gagasan-gagasan abstrak yang sangat dipengaruhi oleh
kemampuannya dalam berbahasa dan logika. Dalam memahami dunia sekitarnya anak
belajar melalui simbol-simbol bahasa, logika, matematika, dan sebagainya.
Komunikasinya dilakukan dengan
menggunakan banyak simbol. Semakin matang seseorang dalam proses berpikirnya,
semakin dominan sistem simbolnya. Secara sederhana teori perkembangan dalam
fase enactive, iconic dan symbolic adalah anak menjelaskan
sesuatu melalui perbuatan (ia bergeser ke depan atau kebelakang di papan mainan
untuk menyesuaikan beratnya dengan berat temannya bermain) ini fase enactive. Kemudian pada fase iconic ia menjelaskan keseimbangan pada
gambar atau bagan dan akhirnya ia menggunakan bahasa untuk menjelaskan prinsip
keseimbangan ini fase symbolic
(Syaodih, 85:2001).
Dalam mengaplikasikan metode Discovery Learning guru berperan sebagai
pembimbing dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar secara
aktif, sebagaimana pendapat guru harus dapat membimbing dan mengarahkan
kegiatan belajar siswa sesuai dengan tujuan (Sardiman, 2005:145). Kondisi
seperti ini ingin merubah kegiatan belajar mengajar yang teacher oriented menjadi student
oriented.
Dalam metode Discovery Learning bahan ajar tidak disajikan dalam bentuk akhir,
siswa dituntut untuk melakukan berbagai kegiatan menghimpun informasi,
membandingkan, mengkategorikan, menganalisis, mengintegrasikan, mereorganisasikan
bahan serta membuat kesimpulan.
b.
Fakta Empirik Keberhasilan Pendekatan
dalam Proses dan Hasil Pembelajaran
Berdasarkan
fakta dan hasil pengamatan, penerapan pendekatan Discovery Learning dalam pembelajaran memiliki kelebihan-kelebihan
dan kelemahan-kelemahan.
1)
Kelebihan Penerapan Discovery Learning
(a)
Membantu siswa
untuk memperbaiki dan meningkatkan keterampilan-keterampilan dan proses-proses
kognitif. Usaha penemuan merupakan kunci dalam proses ini, seseorang tergantung
bagaimana cara belajarnya.
(b)
Pengetahuan yang
diperoleh melalui model ini sangat pribadi dan ampuh karena menguatkan
pengertian, ingatan dan transfer.
(c)
Menimbulkan rasa
senang pada siswa, karena tumbuhnya rasa menyelidiki dan berhasil.
(d)
Model ini
memungkinkan siswa berkembang dengan cepat dan sesuai dengan
kecepatannyasendiri.
(e)
Menyebabkan siswa
mengarahkan kegiatan belajarnya sendiri dengan melibatkan akalnya dan motivasi
sendiri.
(f)
Membantu siswa
memperkuat konsep dirinya, karena memperoleh kepercayaan bekerja sama dengan
yang lainnya.
(g)
Berpusat pada
siswa dan guru berperan sama-sama aktif mengeluarkan gagasan-gagasan. Bahkan
gurupun dapat bertindak sebagai siswa, dan sebagai peneliti di dalam situasi
diskusi.
(h)
Membantu siswa
menghilangkan skeptisme (keragu-raguan) karena mengarah padakebenaran yang
final dan tertentu atau pasti.
(i)
Siswa akan
mengerti konsep dasar dan ide-ide lebih baik.
(j)
Membantu dan
mengembangkan ingatan dan transfer kepada situasi proses belajar yang baru.
(k)
Mendorong siswa
berpikir dan bekerja atas inisiatif sendiri.
(l)
Mendorong siswa
berpikir intuisi dan merumuskan hipotesis sendiri.
(m) Memberikan keputusan yang bersifat intrinsik.
(n)
Situasi proses
belajar menjadi lebih terangsang.
(o)
Proses belajar
meliputi sesama aspeknya siswa menuju pada pembentukan manusia seutuhnya.
(p)
Meningkatkan
tingkat penghargaan pada siswa.
(q)
Kemungkinan siswa
belajar dengan memanfaatkan berbagai jenis sumber belajar.
(r)
Dapat
mengembangkan bakat dan kecakapan individu.
2)
Kelemahan Penerapan Discovery
Learning
(a)
Menimbulkan
asumsi bahwa ada kesiapan pikiran untuk belajar. Bagi siswa yang kurang pandai,
akan mengalami kesulitan abstrak atau berpikir atau mengungkapkan hubungan
antara konsep-konsep, yang tertulis atau lisan, sehingga pada gilirannya akan
menimbulkan frustasi.
(b) Tidak efisien untuk mengajar jumlah siswa yang
banyak, karena membutuhkan waktu yang lama untuk membantu mereka menemukan
teori atau pemecahan masalah lainnya.
(c) Harapan-harapan yang terkandung dalam model
ini dapat buyar berhadapan dengan siswa dan guru yang telah terbiasa dengan
cara-cara belajar yang lama.
(d) Pengajaran discovery lebih cocok untuk
mengembangkan pemahaman, sedangkan mengembangkan aspek konsep, keterampilan dan
emosi secara keseluruhan kurang mendapat perhatian.
(e) Pada beberapa disiplin ilmu, misalnya IPA
kurang fasilitas untuk mengukur gagasan yang dikemukakan oleh para siswa
(f) Tidak menyediakan kesempatan-kesempatan untukberpikir
yang akan ditemukan oleh siswa karena telah dipilih terlebih dahulu oleh guru.
c.
Langkah-langkah Operasional
Implementasi dalam Proses Pembelajaran
Menurut Syah (2004:244) dalam mengaplikasikan Discovery Learning di kelas,ada beberapa
prosedur yang harus dilaksanakan dalam kegiatan belajar mengajar secara umum
sebagai berikut.
1) Stimulation (Stimulasi/Pemberian Rangsangan)
Pertama-tama pada tahap ini siswa dihadapkan pada sesuatu yang
menimbulkan tanda tanya, kemudian dilanjutkan untuk tidak memberi generalisasi,
agar timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri. Disamping itu guru dapat
memulai kegiatan PBM dengan mengajukan pertanyaan, anjuran membaca buku, dan
aktivitas belajar lainnya yang mengarah pada persiapan pemecahan masalah.
2) Problem
Statement (Pernyataan/Identifikasi
Masalah)
Setelah dilakukan stimulasi langkah selanjutya adalah guru memberi
kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin agenda-agenda
masalah yang relevan dengan bahan pelajaran, kemudian salah satunya dipilih dan
dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara atas pertanyaan masalah)
(Syah 2004:244). Permasalahan yang
dipilih itu selanjutnya harus dirumuskan dalam bentuk pertanyaan, atau
hipotesis, yakni pernyataan sebagai jawaban sementara atas pertanyaan yang
diajukan.
Memberikan kesempatan siswa untuk mengidentifikasi dan
menganalisis permasalahan yang mereka hadapi, merupakan teknik yang berguna
dalam membangun siswa agar mereka terbiasa untuk menemukan suatu masalah.
3) Data
Collection (Pengumpulan Data)
Ketika eksplorasi berlangsung guru juga memberi kesempatan kepada
para siswa untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang relevan untuk
membuktikan benar atau tidaknya hipotesis (Syah, 2004:244). Pada tahap ini
berfungsi untuk menjawab pertanyaan atau membuktikan benar tidaknya hipotesis.
Dengan demikian siswa diberi kesempatan untuk mengumpulkan (collection) berbagai informasi yang
relevan, membaca literatur, mengamati objek, wawancara dengan narasumber,
melakukan uji coba sendiri dan sebagainya. Konsekuensi dari tahap ini adalah
siswa belajar secara aktif untuk menemukan sesuatu yang berhubungan dengan permasalahan
yang dihadapi, dengan demikian secara tidak disengaja siswa menghubungkan
masalah dengan pengetahuan yang telah dimiliki.
4) Data
Processing (Pengolahan
Data)
Semua informasi hasil bacaan, wawancara, observasi, dan
sebagainya, semuanya diolah, diacak, diklasifikasikan, ditabulasi, bahkan bila
perlu dihitung dengan cara tertentu serta ditafsirkan pada tingkat kepercayaan
tertentu (Djamarah, 2002:22). Dataprocessing
disebut juga dengan pengkodean/kategorisasi yang berfungsi sebagai pembentukan
konsep dan generalisasi. Dari generalisasi tersebut siswa akan mendapatkan
pengetahuan baru tentang alternatif jawaban/ penyelesaian yang perlu mendapat
pembuktian secara logis.
5) Verification (Pembuktian)
Pada tahap ini siswa melakukan pemeriksaan secara cermat untuk
membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan tadi dengan temuan
alternatif, dihubungkan dengan hasil data processing (Syah, 2004:244). Verification menurut Bruner, bertujuan
agar proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan
kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan atau
pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya.
Berdasarkan hasil pengolahan dan tafsiran, atau informasi yang
ada, pernyataan atau hipotesis yang telah dirumuskan terdahulu itu kemudian
dicek, apakah terjawab atau tidak, apakah terbukti atau tidak.
6) Generalization
(Menarik Kesimpulan/Generalisasi)
Tahap generalisasi/ menarik kesimpulan adalah proses menarik
sebuah kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua
kejadian atau masalah yang sama, dengan memperhatikan hasil verifikasi (Syah,
2004:244). Berdasarkan hasil verifikasi maka
dirumuskan prinsip-prinsip yang mendasari generalisasi. Setelah menarik
kesimpulan siswa harus memperhatikan
proses generalisasi yang menekankan pentingnya penguasaan pelajaran atas makna dan kaidah atau prinsip-prinsip
yang luas yang mendasari pengalaman seseorang, serta pentingnya proses
pengaturan dan generalisasi dari pengalaman-pengalaman itu.
d.
Penilaian pada Model Pembelajaran Discovery Learning
Dalam Model
Pembelajaran Discovery Learning,
penilaian dapat dilakukan dengan menggunakan tes maupun nontes, sedangkan
penilaian yang digunakan dapat berupa penilaian kognitif, proses, sikap, atau penilaian
hasil kerja siswa. Jika bentuk penilaiannya berupa
penilaian kognitif, maka dapat menggunakan tes tertulis. Jika bentuk penilaiannya menggunakan penilaian proses, sikap, atau
penilaian hasil kerja siswa dapat menggunakan nontes.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar